Beberapa detik kemudian, terdengarlah
lagi bunyi bising-bising di halaman belakang. Tanpa berpikir panjang, aku
langsung pergi ke halaman belakang untuk memastikan bunyi itu.
Mama.
Teman-temannya. Kembang api. Petasan. Barbeque. Suara musik jazz. Dan ada
seorang laki-laki. Siapa laki-laki itu?
Untuk
memuaskan rasa penasaranku, aku berjalan menghampirinya. Langkah demi langkah,
aku berjalan di belakangnya seperti seorang detektif yang sedang mencurigai
target.
Jika
dilihat dari belakang, laki-laki itu tampak sangat tenang, beda dari
orang-orang lain yang merayakan malam tahun baru dengan antusias serta
bersemangat. Punggungnya yang tegap serta rambutnya yang hitam dan lurus
membuatnya tampak enak untuk dipandang (setidaknya dari belakang).
“Naya?
Kamu dari mana aja, sayang?”, sahut Mama yang tiba-tiba mencolekku dari samping.
“Ah,
Mama, bikin Naya kaget aja! Tadi Naya ketiduran di kamar.”
“Oh
begitu, ya sudah, kamu makan sana! Ada banyak makanan disini!”
Kubalas
perhatian Mama dengan menyunggingkan senyuman. Kemudian, Mamapun pergi
mendatangi temannya yang lain.
Kemana laki-laki itu?, pikirku. Punggung laki-laki itu
menghilang dari hadapanku. Kutengokkan kepala ke kanan kiri, tetapi nihil,
laki-laki itu sudah menghilang.
Biarkan sajalah, toh
juga tidak terlalu penting bagiku!, pikirku lagi.
KRUCUK..KRUCUK..
Rupanya perutku mulai meminta jatah
makan malamnya. Segera aku berjalan ke arah meja makan yang terletak di sudut
halaman mungil ini.
DUKK..
Ketika aku berbalik badan, laki-laki
itu tepat berada di belakangku. Segelas lemon tea yang berada di genggamannya
kini tumpah dan mengenai kemeja putihnya.
Entah ini kebetulan atau apa, ternyata laki-laki yang sedari tadi
kucari adalah kau. Kau yang hari ini sangat aku rindukan. Dan sekarang, kau
yang biasanya kupandangi dari jauh, kini kau tepat di depan mataku. Sungguh tak
dapat dipercaya!
“Ma-maaf, mi-minumannya jadi tu-tumpah.”,
ucapku dengan suara terbata-bata.
“Santai, ini cuma sedikit.”, balasmu
lagi sambil tersenyum kepadaku.
Ini langka!!! Peristiwa ini perlu
didokumentasikan menjadi film bersejarah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah
hidupku, kau melontarkan senyum kepadaku! Kepadaku! Kepadaku!!!
“Lho, baju kamu kenapa, nak?”, sahut
salah satu teman Mama yang kuketahui bernama Tante Dian secara tiba-tiba sambil
memincingkan mata ke arahmu.
“Nggak apa, Ma, ini cuma kotor
sedikit.”, balasmu sambil tersenyum ringan kepada Tante Dian.
Kau memanggil Tante Dian dengan sebutan Mama?
Jadi, Tante Dian adalah orang tuamu. Kebetulan macam apalagi ini?
“Ya sudah. Kalian berdua yang akrab ya!”, ucap Tante Dian seraya
meninggalkan kita berdua.
“Lo bukannya anak kelas piano di
Bethie Music School?”
Kau tau aku? Kau tau aku! Demi apa!
Kujawab pertanyaanmu dengan anggukan karena aku terlalu gugup untuk
berbicara denganmu saat ini.
“Lo ngapain disini? Di suruh sama
Nyokap lo ngabisin malem tahun baru disini?”
Kali ini kujawab pertanyaanmu dengan
menggelengkan kepala.
“Terus?”
“Ini rumahku. Kamu sendiri, ngapain
disini?”
“Biasa, permintaan Nyokap gue.”
Sungguh, aku tak bisa berpikir lagi saat ini. Seluruh pikiranku
dipenuhi oleh suaramu yang seakan menggema keras di gendang telingaku. Seluruh
dunia di sekitarku bagaikan bergerak secara slow motion dan hanya
kau yang menjadi titik fokus pengelihatanku.
Kau dan aku saling diam membisu. Kita hanya memperhatikan orang-orang
lainnya yang sedari tadi terus berlalu-lalang di depan kita berdua.
Sangat kaku. Tak ada satu katapun yang terlontar dari bibir kita
setelah percakapan tadi.
Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, kita habiskan
bersama. Membeku di antara kebisuan pada malam tahun baru ini.
PREEETT...PREETT...PREEETTTTTTTT...
Bunyi terompet terdengar di setiap sudut tempat ini. Saat ini tepat
pukul 00.00 WIB.
DAR..DAR..DAR..
Gemerlap cahaya petasan di langit Bandung malam ini nampak begitu
terang dan indah. Kau dan aku, kita, melewati malam ini bersama-sama, melihat
indahnya kilau petasan bersama-sama.
“Happy new year!”, kata-kata itu tiba-tiba terlontar dari bibirmu.
“Iya, happy new year juga ya!”, balasku dengan senyum yang kuusahakan
semanis mungkin.
DAG..DIG..DUG..
Ah, jantungku, mengapa bisa seperti ini?
“Oh ya, nama lo siapa?”, pertanyaan itu adalah pertanyaan yang selalu
kutunggu-tunggu sejak dulu.
“Anaya Merista. Panggil Naya aja. Namamu?”, jawabku sambil mengulurkan
tangan seperti orang-orang lain ketika sedang berkenalan dengan orang baru.
“Nama gue.......”, ucapnya dengan suara yang beradu bersama dentuman
bunyi petasan yang lagi-lagi terlihat semakin bersinar dari sini.
Entah mengapa, detakan jantungku semakin jelas terasa ketika kau perlahan-lahan
menyebutkan namamu. Ini aneh. Sungguh aneh. Tapi, akhirnya, imipianku terwujud
juga. Kau memberitaukan namamu secara langsung padaku.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar