Sabtu, 25 April 2015

Namamu (Bagian terakhir)


Beberapa detik kemudian, terdengarlah lagi bunyi bising-bising di halaman belakang. Tanpa berpikir panjang, aku langsung pergi ke halaman belakang untuk memastikan bunyi itu.
            Mama. Teman-temannya. Kembang api. Petasan. Barbeque. Suara musik jazz. Dan ada seorang laki-laki. Siapa laki-laki itu?
            Untuk memuaskan rasa penasaranku, aku berjalan menghampirinya. Langkah demi langkah, aku berjalan di belakangnya seperti seorang detektif yang sedang mencurigai target.
            Jika dilihat dari belakang, laki-laki itu tampak sangat tenang, beda dari orang-orang lain yang merayakan malam tahun baru dengan antusias serta bersemangat. Punggungnya yang tegap serta rambutnya yang hitam dan lurus membuatnya tampak enak untuk dipandang (setidaknya dari belakang).
            “Naya? Kamu dari mana aja, sayang?”, sahut Mama yang tiba-tiba mencolekku dari samping.
            “Ah, Mama, bikin Naya kaget aja! Tadi Naya ketiduran di kamar.”
            “Oh begitu, ya sudah, kamu makan sana! Ada banyak makanan disini!”
Kubalas perhatian Mama dengan menyunggingkan senyuman. Kemudian, Mamapun pergi mendatangi temannya yang lain.
            Kemana laki-laki itu?, pikirku. Punggung laki-laki itu menghilang dari hadapanku. Kutengokkan kepala ke kanan kiri, tetapi nihil, laki-laki itu sudah menghilang.
            Biarkan sajalah, toh juga tidak terlalu penting bagiku!, pikirku lagi.
            KRUCUK..KRUCUK..
            Rupanya perutku mulai meminta jatah makan malamnya. Segera aku berjalan ke arah meja makan yang terletak di sudut halaman mungil ini.
            DUKK..
            Ketika aku berbalik badan, laki-laki itu tepat berada di belakangku. Segelas lemon tea yang berada di genggamannya kini tumpah dan mengenai kemeja putihnya.
Entah ini kebetulan atau apa, ternyata laki-laki yang sedari tadi kucari adalah kau. Kau yang hari ini sangat aku rindukan. Dan sekarang, kau yang biasanya kupandangi dari jauh, kini kau tepat di depan mataku. Sungguh tak dapat dipercaya!
            “Ma-maaf, mi-minumannya jadi tu-tumpah.”, ucapku dengan suara terbata-bata.
            “Santai, ini cuma sedikit.”, balasmu lagi sambil tersenyum kepadaku.
            Ini langka!!! Peristiwa ini perlu didokumentasikan menjadi film bersejarah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah hidupku, kau melontarkan senyum kepadaku! Kepadaku! Kepadaku!!!
            “Lho, baju kamu kenapa, nak?”, sahut salah satu teman Mama yang kuketahui bernama Tante Dian secara tiba-tiba sambil memincingkan mata ke arahmu.
            “Nggak apa, Ma, ini cuma kotor sedikit.”, balasmu sambil tersenyum ringan kepada Tante Dian.
Kau memanggil Tante Dian dengan sebutan Mama?
Jadi, Tante Dian adalah orang tuamu. Kebetulan macam apalagi ini?
“Ya sudah. Kalian berdua yang akrab ya!”, ucap Tante Dian seraya meninggalkan kita berdua.
            “Lo bukannya anak kelas piano di Bethie Music School?”
            Kau tau aku? Kau tau aku! Demi apa!
Kujawab pertanyaanmu dengan anggukan karena aku terlalu gugup untuk berbicara denganmu saat ini.
            “Lo ngapain disini? Di suruh sama Nyokap lo ngabisin malem tahun baru disini?”
            Kali ini kujawab pertanyaanmu dengan menggelengkan kepala.
            “Terus?”
            “Ini rumahku. Kamu sendiri, ngapain disini?”
            “Biasa, permintaan Nyokap gue.”
Sungguh, aku tak bisa berpikir lagi saat ini. Seluruh pikiranku dipenuhi oleh suaramu yang seakan menggema keras di gendang telingaku. Seluruh dunia di sekitarku bagaikan bergerak secara slow motion dan hanya kau yang menjadi titik fokus pengelihatanku.
Kau dan aku saling diam membisu. Kita hanya memperhatikan orang-orang lainnya yang sedari tadi terus berlalu-lalang di depan kita berdua.
Sangat kaku. Tak ada satu katapun yang terlontar dari bibir kita setelah percakapan tadi.
Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, kita habiskan bersama. Membeku di antara kebisuan pada malam tahun baru ini.
PREEETT...PREETT...PREEETTTTTTTT...
Bunyi terompet terdengar di setiap sudut tempat ini. Saat ini tepat pukul 00.00 WIB.
DAR..DAR..DAR..
Gemerlap cahaya petasan di langit Bandung malam ini nampak begitu terang dan indah. Kau dan aku, kita, melewati malam ini bersama-sama, melihat indahnya kilau petasan bersama-sama.
“Happy new year!”, kata-kata itu tiba-tiba terlontar dari bibirmu.
“Iya, happy new year juga ya!”, balasku dengan senyum yang kuusahakan semanis mungkin.
DAG..DIG..DUG..
Ah, jantungku, mengapa bisa seperti ini?
“Oh ya, nama lo siapa?”, pertanyaan itu adalah pertanyaan yang selalu kutunggu-tunggu sejak dulu.
“Anaya Merista. Panggil Naya aja. Namamu?”, jawabku sambil mengulurkan tangan seperti orang-orang lain ketika sedang berkenalan dengan orang baru.
“Nama gue.......”, ucapnya dengan suara yang beradu bersama dentuman bunyi petasan yang lagi-lagi terlihat semakin bersinar dari sini.
Entah mengapa, detakan jantungku semakin jelas terasa ketika kau perlahan-lahan menyebutkan namamu. Ini aneh. Sungguh aneh. Tapi, akhirnya, imipianku terwujud juga. Kau memberitaukan namamu secara langsung padaku.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar