Namamu
Oleh :
Baiq Ayu
Sudah
3 minggu sejak aku melihatmu.
Kau yang selalu asik sendiri dengan
saxophonemu. Kau yang selalu mengenakan topi hitam bertuliskan BOY. Kau yang
selalu acuh tak acuh pada semua orang. Dan kau yang tidak kuketahui namanya.
Kita
bertemu sekali dalam seminggu. Setiap Sabtu pukul 7 sampai 8 malam, kita berada
di tempat yang sama; Bethie Music School. Kau di kelas saxophone, aku di kelas
piano.
Semua
terjadi begitu singkat tanpa basa-basi.
Aku melihatmu sejak pertama kali aku kemari,
sejak saat itu wajahmu selalu berada dalam sudut-sudut pikiranku. Sesederhana
itulah, aku mulai menyukaimu. Entah kau.
Misterius. Hanya kata itu yang dapat
kupikirkan ketika aku mengkhayalkanmu.
Bisa diibaratkan bahwa aku ini adalah seorang
stalker sejatimu. Aku tau kau. Aku tau bagaimana sifatmu. Aku tau betapa
indahnya permainan saxophonemu. Aku tau semuanya. Kecuali satu, namamu. Entah
mengapa, aku tak ingin orang lain yang memberitaukan namamu padaku, namun kau
sendiri nanti yang akan memberitaukannya.
Perasaanku benar-benar tersembunyi dan
benar-benar terpencil. Hingga kau yang acuh tak acuh, tak pernah peduli pada
sorot mataku yang sering memperhatikanmu ketika kau keluar kelas. Menyedihkan
sekali! Namun, aku lebih menyukai seperti ini.
Dua
minggu kemudian telah berlalu.
Aku yang akhir-akhir ini sibuk dengan
tugas-tugas sekolah, sering absen di Bethie Music School. Tapi, apa dayaku?
Tugas sekolah yang setiap hari menggunung selalu menuntut untuk dikerjakan.
Kira-kira,
bagaimana kabarmu saat ini, Misterius? Apakah kau merindukanku?
Tak mungkin. Kau merindukan aku? Yang
benar saja! Kau saja tak tau aku, lalu bagaimana bisa........sudahlah, itu
bukan sesuatu yang penting (bagimu).
***
Hari ini hari Sabtu, jadwalku untuk ke Bethie Music School. Tugas
sekolah telah kukerjakan semua, jadi nanti aku bisa kursus tanpa beban tugas
sekolah.
Pukul 18.45
“Ma,
ayo berangkat!”, ucapku seraya merapikan rambut (lagi).
“Wah,
Mama belum bilangin kamu ya? Hari ini ada arisan temen-temen SMA Mama.
Lagipula, hari ini kan malam tahun baru. Jadi, hari ini kamu absen dulu aja ya?”
“Absen
lagi, Ma? Ma, udah sering absen, masa sekarang mau absen lagi?!”
Mama
hanya diam sambil terus berkutat dengan berbagai macam bahan masakan di dapur.
“Ya
sudah deh, Ma, gak papa. Mama mau masak apa sih? Sini aku bantu!”
Sayang
sekali, pertemuan kita harus ditunda dulu, Misterius. Padahal, telah
kukorbankan jam tidur siangku demi mengerjakan tugas sekolah agar nanti malam
aku dapat bertemu denganmu.
Pukul 19.15
Satu demi satu, kawan-kawan lama Mama
mulai berdatangan. Di ruang tamu, kami berdua berdiri, bersalaman, dan tidak
tidak lupa melontarkan senyum keramah-tamahan untuk menyambut mereka semua.
Menurutku,
teman-teman lama Mama sama seperti Mama; memiliki sejuta pesona wanita. Mereka
semua adalah perempuan-perempuan yang berjiwa keibuan, tidak berpenampilan
berlebihan, selalu menyunggingkan senyum tulus, sopan, serta santun.
“Anakmu
ini sekarang sekolah dimana, Nit?”, ucap salah satu teman Mama sambil tersenyum
padaku.
“SMAN 3 Bandung. Terus, dia katanya mau ngelanjutin ke universitas
kedokteran.”, jawab Mama sambil tersenyum bangga.
Akupun
ikut tersenyum.
***
Jam demi jam terus berlalu. Karena bosan mendengar cerita
masa SMA Mama bersama teman-temannya, akupun langsung ke kamarku.
BRUKK..
Kurebahkan
tubuhku di atas kasur yang tertutupi dengan selimut merah hati. Pikiranku
melayang-layang, tepatnya melayang tentang sosokmu.
What
are you doing now?
Pertanyaan muncul dari otakku itu
membuatku menerka-nerka apa yang sedang kau lakukan sekarang.
Sepertinya,
kedua kelopak mata ini tak bisa diajak berkompromi lagi. Mereka ingin sekali
menutup bola mataku. Dan juga, rasa kantuk ini sedari tadi ingin membawaku ke
alam mimpi. Akupun menyerah dan membiarkan diriku untuk tidur sejenak.
***
DUAR..DUAR..DUARRRR..
Mendengar
bunyi yang begitu keras dan bising, secara spontan membuatku terbangun dari
tidur. Sejenak, aku berpikir bunyi apakah yang masuk ke gendang telingaku.
Bunyi
petasan.
Kutengokan
kepala ke arah jam dinding. Sekarang baru pukul 10 malam, tapi mengapa sudah
ada yang menyalakan petasan?
Tanpa
berpikir panjang, aku langsung keluar dari kamar sekedar untuk mengecek apakah
teman-teman Mama sudah pulang atau belum.
DUK..DUK..DUK..
Suara
langkahku menuruni tangga begitu jelas terdengar, seakan di rumah ini hanya ada
aku seorang. Dan setelah aku mengecek di ruang tamu, ternyata benar, di rumah
ini hanya ada aku seorang.
Kemana
semua orang?, pikirku.
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar