Notice!
Cerpen ini banyak menggunakan Bahasa dari daerah Bali. Berikut aku sampaikan artinya jika para pembaca kurang mengerti;
Mbok = mbak
Matangi = bangun
Matangi = bangun
Ene = ini (bahasa madya)
Puniki = ini (bahasa halus)
Beli = pak
Nggih = iya
Matur suksma = terima kasih
Tyang = saya
Jagi lunga kija = mau pergi kemana
Kayun = akan
Suksma mewali = terima kasih kembali
Bertemu
di Langit
Oleh : Baiq
Ayu
Pertemuan ini begitu singkat dan
berjalan terasa cepat..
***
“Mbok,
matangi! Ene sudah sampai di tempat tujuan.”
Suara berat seorang laki-laki
membangunkanku dari tidur. Mendengar suara itu, aku langsung sadar bahwa saat
ini aku sedang berada di dalam taksi.
“Puniki sampun sampai di Bandara
Ngurah Rai, beli?”, kataku sambil menoleh ke kanan kiri.
“Nggih.”, jawab sopir taksi itu sambil
mematikan mesin mobilnya.
“Ini uangnya, beli!”
“Matur suksma nggih. Mari tyang bantu
mengeluarkan koper!”
Kulangkahkan kakiku keluar dari taksi.
Setelan medium-dress berwarna hijau tosca yang dipadukan dengan cardigan dan heels
yang sama-sama berwarna cream membuat kulitku bersinar di bawah terik matahari.
“Jagi lunga kija, mbok?”
“pergi ke Australia, beli.”
“Ini kopernya, mbok!”, ucap sopir itu
sambil meletakkan koper berwarna merah marun disampingku.
“Matur suksma, beli.”
“Suksma mewali.”
Tiba-tiba KRING KRING KRING...
“Ada apa, Pinkan?”
“Naomi, kamu sudah sampai di Sydney belum?”
“Belum, tapi ini aku sudah di Ngurah
Rai kok.”
“Oh ya udah kalau gitu, hati-hati ya,
Mi! See you in Sydney!”
“Hmm.”
Liburan kali ini adalah hadiah
kelulusan dari orang tua kami karena kami telah lulus dari SMA dengan nilai
yang cukup memuaskan. Ini pertama kalinya aku berlibur di Negeri Kangguru.
Sedangkan Pinkan? Entah sudah berapa kali dia ke Australia.
Pinkan berangkat lebih dulu karena dia
harus mengurus keperluan-keperluan untuk kuliah di Australia. Sedangkan aku,
lebih senang kuliah di tempat kelahiranku, Pulau Dewata, Bali.
KRUCUK..KRUCUK..
Cacing
di perutku mulai berdemo untuk meminta sarapan. Penerbangan sepagi ini
membuatku tak sempat sarapan di rumah. Akhirnya setelah check-in dan mengurus
koper, kuputuskan untuk membeli beberapa bungkus roti di bakery terdekat.
***
“Para penumpang
pesawat Ausindo Airline QW-890 dengan tujuan Sydeny, mohon segera ke gerbang
05, pesawat akan segera berangkat. Sekali lagi, para penumpang pesawat Ausindo
Airline QW-890 dengan tujuan Sydney, mohon segera ke gerbang 05, pesawat akan
segera berangkat.”
Baru saja mau memilih roti, eh sudah
ada pemberitahuan kalau penerbanganku mau take off. Sedetik kemudian, aku
langsung berlari menuju Gate 05 tanpa membawa sebungkus roti sama sekali.
DUKK..
“Ahh!”
Tanpa sengaja, ketika aku sedang
mencari tempat duduk di pesawat, tiba-tiba aku bertabrakan dengan seorang penumpang
lain.
“Are you OK, Miss?”, katanya sambil sedikit
membungkukkan badan untuk melihatku.
Ketika pandangan kami bertemu, kami
terdiam sejenak. Kemudian, dia mengangkat pundakku agar aku dapat berdiri.
Lalu, kami pun sama-sama tertawa.
“Lo Naomi kan? Hahaha! Apa kabar?”
“Hahaha! Malik? Astaga, lama banget
gak ketemu.”
“Lo duduk mana?”
“Masih belum tau, ini aja masih
nyari.”
“Coba gue liat tiket lo, Mi!”
“Nih!”
“Oh, tempat duduk lo disamping gue,
Mi.”
“Beneran, Lik?”
“Ya iyalah, Naomi, buat apa gue
bohong?!”
Langsung saja, aku duduk di bangku
yang berdekatan dengan jendela pesawat. Setelah Malik meletakkan
barang-barangnya di bagasi atas, dia langsung duduk di sebelahku.
“Kamu mau liburan Sydney, Lik?”
“Enggak, gue ke Australia cuma mau ke
Queensland doang.”
“Ngapain ke Queensland?”
“Biasa, mau diving sama temen gue.”
“Ohh, mau ke Great Barrier Reef ya?”
“Yoi.”
“Mana temenmu?”
“Dia udah naik penerbangan pertama. Lo
sendiri ngapain ke Australia, Mi?”
“Liburan sama temen.”
“Lo nggak mau sekalian ikut diving
sama gue ke Great Barrier Reef?”
“Nggak deh, Lik, aku gak bisa diving.”
“Entar gue minta penyu-penyu buat
ngajarin lo diving deh. Hahaha!”
KRUCUK..KRUCUK..KRUCUK..
“Wah! Perut siapa tuh yang lagi
drum-band?”, katanya melucu.
Aku hanya diam sambil menutupi rasa
maluku dengan sedikit menundukkan kepala.
“Nih, gue punya donat rasa almond!”,
katanya sambil menyodorkan sebungkus roti bermerk ‘O Doughnut!’ tepat di depan
mukaku.
“Buat aku nih?”
“Gak, buat pilotnya...Ya buat lo lah,
Naomi Anastasia!”
“OK, thanks ya, Malik El Zain!”
DAG DIG DUG..
Astaga! Kenapa dari tadi jantungku
berdebar-debar ketika berbicara dengannya sih? Entahlah, mungkin karena
perasaan ini masih ada. Perasaan cinta yang masih terpendam selama masa SMP.
Malik adalah teman SMP. Hmm, bukan
teman, tepatnya cowok yang aku taksir semasa aku SMP dulu. Kini sudah 3 tahun
berlalu semenjak kita lulus SMP.
Dulu kami akrab sekali. Tapi ketika
kami SMA, dia berubah. Dia sudah tidak pernah menghubungiku. Ketika aku mencoba
menghubunginya, teleponku selalu tidak dijawab.
Lelah rasanya menunggu untuk dihubungi
olehnya. Entah kenapa aku menunggunya. Aku terlihat begitu bodoh karena
menunggu sesorang yang bahkan mungkin dia tidak tau kalau ada seseorang yang
menuggunya atau mungkin saja dia tidak pernah peduli.
Tapi kini, akhirnya kita bertemu lagi.
Bertemu di langit sama.
“Anyway, lo mau kuliah dimana?”
“Ssssttt...”, kataku sambil menunjuk
ke depan. Ke arah seorang pramugari yang sedang menginstruksikan cara
menyelamatkan diri dari keadaan darurat di pesawat.
“Tadi kamu nanya apa?”, kataku setelah
pramugari itu menyelesaikan tugasnya.
“Lo kuliah dimana?”
“Di Universitas Udayana (UNUD), minggu
depan mau daftar. Kamu sendiri?”
“Gue mau masuk di BIFA.”
“Wah, keren! Jadi pilot dong?”
“Yoi.”
“Semoga kamu lulus tesnya ya! Aku
denger kalau mau masuk situ, tesnya sulit.”
“Amin. Semoga aja!”
Kami berbincang-bincang cukup lama,
tapi belum ada dari kami yang mengucapkan kata “rindu” atau “kangen”. Bukan
‘belum ada’, tetapi mungkin ‘tidak ada’. Dia mengatakan bahwa dia merindukanku?
Ah, hal itu sangatlah mustahil. Ibaratnya, bagaikan Albert Einsten yang hidup
kembali. T-I-D-A-K M-U-N-G-K-I-N !
Kenapa bukan aku yang mengucapkan kata
itu? Kalian pasti sudah tau jawabannya. A-K-U
T-I-D-A-K B-E-R-A-N-I !
***
“Para penumpang
yang terhormat, mohon kencangkan sabuk pengaman anda, kita akan segera sampai
di Sydney International Airport, dengan perbedaan waktu 4 jam. Dan terima kasih
telah memilih penerbangan kami! Semoga perjalanan anda menyenangkan!”
“Ahh! Akhirnya nyampe juga disini! Gue
udah gak sabar!”, katanya sambil ‘mulet’ di sebelahku.
“Gak sabar apa, Lik?”
“Ketemu sama temen gue-lah.”
Dari tadi di pesawat, aku terus
memperhatikannya. Dari caranya melontarkan lelucon aneh, dari caranya berbicara
kepadaku, dan dari caranya tidur sambil mendengarkan musik di iPod. Entah genre
musik apa yang membuat dia tidur lelap, di sampingku.
Akhirnya, sampailah aku di Bandara
Sydney. Tanpa berpikir panjang, aku segera mengeluarkan ponsel dari dalam tas
kecil berwarna merah muda milikku.
“Halo, Pinkan?”
“Iya, Naomi? Kamu udah sampai disini?”
“Iya, udah. Ini baru selesai ngambil
koper.”
“OK. Tunggu aku disitu ya! Bye, Naomi!”
“Hmm.”
Ahh!! Menunggu (lagi)? Hidupku memang
tidak jauh dari aktivitas ‘tunggu-menuggu’.
“NAOMI!!”
Teriak seseorang yang hampir membuat
jantungku keluar. Tenyata, seseorang itu adalah Malik. Tapi, tunggu dulu! Apa
itu? Apakah aku tidak salah lihat? Malik sedang bersama seorang perempuan
berambut pendek sebahu dengan baju terusan pendek berwarna coklat muda! Siapa
perempuan itu?
Aku terus melihat mereka berdua
berjalan ke arahku. Berjalan sambil bergandengan tangan tepatnya.
“Naomi, kenalin, ini temen yang gue
maksud pas di pesawat tadi! Maksud gue, temen hidup. Hehe”
Hah! Apa katanya?! Jangan bilang kalau
perempuan itu adalah......
“Hai, Naomi! Aku Zahira. Kata Malik,
kamu temen SMP-nya dulu ya?”, kata perempuan itu dengan senyum tulus.
“Hai , Zahira! Iya, aku temen SMP-nya
dulu.”
“Dia pacar gue.”, sahut Malik tiba-tiba
sambil merangkul perempuan itu, seakan-akan, dia ingin mempertontonkan
kemesraan mereka di depanku.
DUARRRR..
Aku bagaikan tertembak oleh sebuah
peluru besar tepat di jantungku. Sangat sulit untuk dipercaya. Rasanya, aku
tidak dapat berkata-kata lagi. Menangis pun rasanya tak cukup untuk mengungkapkan
bagaimana sakitnya hati ini.
Setelah ini, aku harus berkata apa
padanya? Berkata ‘Aku seneng liat kamu sama dia!’? IYA??
Munafik rasanya jika aku mengatakan
bahwa aku senang melihatnya bersama perempuan lain. Aku hanya senang jika dia
ada bersamaku, bukan bersama perempuan lain.
“ Eh, Naomi, lo kok malah ngelamun sih?”
“Ah, enggak kok! Ya udah ya, aku mau
ke depan dulu, kayaknya temenku sudah nunggu disana! Bye!”, ucapku sambil
tersenyum seraya melambaikan tangan kepada mereka berdua. Ada arti dibalik
senyuman itu. Kalian pasti tau, senyum apakah itu. Benar, bukan?
Aku tau, aku sadar, dan aku juga
paham, hal yang paling tepat yang harus dilakukan saat ini adalah mengikhlaskan
dan membiarkannya bahagia dengan perempuan yang telah dia pilih.
Aku hanya bisa berdoa dalam hati untuk
kebahagiannya. Hanya itu yang dapat aku lakukan.
Terima kasih sekali atas pelajaran
yang telah diberikan padaku. Yaitu pelajaran yang mengajarkanku untuk tidak
menanti seseorang yang tidak pasti dan pada akhirnya penantian itu pasti akan
berujung pada kekecewaan dan air mata.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar