Jumat, 27 Maret 2015

Untukmu


This short story is written by a girl who always cries because her problem and she is the most brittle girl I've ever met
 
Untukmu
By : Adelia

Ia terlihat tampan dengan seragam rapinya. Aku yang tak sengaja melihatnya, langsung tertarik dengan senyumnya yang manis. Aku terdiam beberapa saat memandangnya.
Dia berbeda.
Dia terlihat dingin tapi mempunyai karisma sendiri. Belakangan aku mencari tau tentang sosoknya. Sosok yang membuat aku menjadi betah di kelas baruku ini.
Dia mempunyai nama yang sederhana ‘Rizal Budi Susanto’
Nama itu belakangan memenuhi otakku. Membuat aku lebih penasaran dengan sifat yang ada di balik namanya. Dia terlihat diam, tapi entah kenapa seperti ada sesuatu yang ingin aku tau dari dia. Dia mencuri waktuku beberapa hari ini.
“ngeliatin dia lagi?!” Anissa meletakkan pensil dan menoleh kearahku. “hehe iya. Abis tuh anak bikin penasaran banget. Taukan dari awal aku kagum banget lihat dia. Bias deket nggak ya sama dia?” tanyaku yang langsung membuat Anissa tertawa “kok malah ketawa sih? Dasar!” sahutku dengan sedikit marah.“ ya lagian kamu. Menurutku tuh cowok nggak ganteng-ganteng banget, apanya yang bikin penasaran? Gini deh kenapa nggak coba minta pin atau nomernya :D” komentar Anissa.
***
Beberapa hari mikirin soal kata-kata Anissa membuatku capek sendiri belum lagi kabar kalau ternyata dia sudah punya pacar. Ya akhirnya aku coba berhenti mikirin dia. Tapi hasilnya nihil, semakin aku berusahajustru rasa ini semakin dalam untuknya. Pandanganku pun nggak pernah lepas dari sosoknya. Entah kenapa semakin hari dia terlihat lebih ganteng.
***
“eh buset tuh mata berhenti kenapa lihatin Budinya, dia udah ada yang punya Adel” kata Anissa yang mebuatku langsung tersentak “aduh apa seh Nis? Cuci mata pagi-pagi gini halal lagi hehe” balasku “kenapa nggak tertarik sama Sena aja Del? Kenapa sama Budi?” komentarnya lagi yang membuatku makin kesal “gini ya Anissa, dari awal aku masuk kelas ini mataku tuh langsung lihat ke dia, dia kelihatan cakep banget di kursi belakangnya, ahhh” jawabku dengan muka berseri-seri. Anissa pun hanya mengangguk-ngangguk dengan muka sok mengertinya.
Hari-hari berikutnya seperti biasa aku hanya menatapnya tanpa pernah ada keberanian untuk memulai pembicaraan dengannya, sampai tiba-tiba……
“Adellll, aku punya pinnya Budi loh, mau?” bisik Anissa dengan nada yang menggoda “eh serius? Mau mau. Btw dapet dari mana Nis?” tanyaku dengan girang “dariiiii… ya adalah hahaha.Tuh lihat aja di hpkuJ
***
Sehari, dua hari, tiga hari aku hanya bisa memandang kontak itu dengan ragu. Ya, setiap ada keinginan untuk memulai percakapan dengannya aku selalu mengurunkan niatku. Aku malu, aku gengsi, aku bingung harus mulai dari mana. Kegelisahanku ini ternyata terbaca oleh Anissa dan akhirnya membuat gadis itu penasaran.
“kenapa sih Del? Nggak dibales sama Budi? Hahaha” tanyanya “mulai aja belum, aku bingung mau bahas apa sama dia, lagian ngomong sama Rizal aja aku belum pernah L” jawabku dengan murung “ehm.. gini deh, bentar lagikan Nadila ulang tahun tuh, nah kita kerjain aja dia...” “terus hubungannya sama Rizal apa?” selaku langsung “tunggu dulu Del, kita minta tolong aja sama dia…” “minta tolong gimana seh Nis?” selaku lagi dengan sedikit marah “aduh Adel dengerin dulu kenapa!!” jawabnya dengan jengkel “jadi gini, rumahnya Budikan deket-deket rumah Nadila, nah kita bias kerjain Nadila dengan muter-muterin dia di daerah sana, dengan cara kamu bilang aja lagi kerja kelompok sama Budi terus habis gitu kamu bias gunain ini buat alas an biar kamu bisa chat sama Budi. Gitu,jelas Adelia?” jelas Anissa panjang lebar “oh oke aku paham haha, makasih Nis”
***
Malam ini, aku memikirkan kata-kata Anissa “kayaknya bias dicoba deh, Bismillah aja kali ya, siapa tau dia bales” gumamku sendiri dengan gelisah. Akhirnya dengan kepercayaan diri yang nggak sepenuhnya, aku coba buat BBM Rizal.
Adelia Desti Pratiwi
ü  PING!!!
ü  Rizal?

Satu menit, dua menit, tiga menit, bahkan sampai sepuluh menit lebih BBMku nggak dibales. Aku mulai gelisah dan takut hasilnya bakalan nihil dan ujung-ujungnya aku yang bakal malu besok “Arghhh kenapa aku nurutin kata-kata Anissa, aduh malu bangettttt” omelku tak jelas. Sampai akhirnya hpku bergetar dan aku langsung menyambarnya.

Rizal Budi
ü  Apa del?

Iya, itu BBM dari dia, itu dari Rizal. Aku pun langsung membalasnya dengan bahasa yang kuatur sebaik mungkin.

Adelia Desti Pratiwi
ü  Ganggu nggak? Aku mau minta tolong nihJ

Rizal Budi
ü  Nggaklah, apasih :D
ü  Minta tolong apa btw?

Adelia Desti Pratiwi
ü  Ehm..gini, dua hari lagi temenku kan ada
Yang ulang tahun, nah aku mau minta tolong
Ntar  kita pura-pura aja kerja kelompok di
rumahmu, entar kamu kasih alamat yang salah.

Rizal Budi
ü  Sek bentar. Kasih alamat salah?
Jadi ceritanya ntar aku muter2in
Kalian gitu?

Adelia Desti Pratiwi
ü  Iya, jadi ntar selama itu juga kita
BBMan. Bisa?

Rizal Budi
ü  Oke sip :D

Adelia Desti Pratiwi
ü  Haha makasih yaJ

Rizal Budi
ü  Iya sama2

***

Paginya, dengan perasaan seneng banget aku berjalan ke kelas. Akupun sampai senyum-senyum sendiri karena terlalu senangnya “Pagi Del, seneng banget kayaknya” goda Anissa “iyaaaa, kamu tau nggak? Kemarin aku BBMan sama Rizal, ahhhh. Seneng Nis, serius” ceritaku  dengan girang banget “cieee, sukses deh kalau gitu”

Setelah chat singkat malam itu, aku jadi sering chat sama dia, kebanyakan bahas pelajaran sih, tapi kadang juga bahas sesuatu yang nggak jelas. Ya intinya aku jadi dekat dengan dia :D

***
Dua hari setelah itu…

“Adel ntar jadi?” Tanya Rizal yang membuatku kaget sekaligus senang –oh God mimpi apa aku semalam? Dia ngomong sama aku. Aaaa- jeritku dalam hati “Adel?” tanyanya lagi yang membuatku tersadar “oh iya? Eh apa?” tanyaku seperti orang bodoh “haha, kenapa sih Del? Aku tanya, nantijadi?” tanyanya lagi “oh jadi kok, nanti aku BBM dulu yaJ” balasku dengan ekspresi yang kubuat sesantai mungkin “oh oke, aku keluar dulu kalau gitu yaJ” “iya sip J

-Ya Tuhan senyumnya, ganteng banget- pikirku dalam hati, mengikuti kepergiannya.

***

Beberapa hari setelah hari itu aku udah nggak punya keberanian buat BBM dia lagi. Aku kehilangan sosoknya. Aku mulai kepikiran dengan sifatnya, bahkan di kelaspun dia udah terlihat dingin lagi.
Entah kenapa aku benar-benar sedih dengan keadaan ini. Usahaku seperti hilang gitu aja, sifatnya yang tiba-tiba berubah membuat aku sangat menyesal karena berhenti menghubunginya, aku terlalu takut untuk memulai. Dan pada akhirnya dia memang nggak berniat dekat denganku lagi. Mungkin dia sudah benar-benar bahagia dengan pacarnya. Ya, ini salahku juga, menyukai bahkan menyayangi seseorang yang sudah menjadi milik orang lain.

Keadaan ini akhirnya membuat aku sadar ‘sayang itu nggak pamrih, kalau aku beneran sayang sama dia, aku bakal ngebiarin dia bahagia dengan pilihannya, meskipun itu sebuah kemunafikan dari diriku’

Ah sudahlah, kamu terlalu susah untuk aku raih, Zal!!

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar